Jakarta – Hubungan Jokowi dan Prabowo yang dulunya dianggap sebagai simbol rekonsiliasi nasional, kini mulai diuji oleh dinamika kekuasaan yang rumit. Di balik sorotan internasional terhadap Prabowo, muncul tanda-tanda ketegangan dalam tubuh pemerintahan yang sedang transisi. Laporan dari The Australian mengungkap bahwa sejumlah petinggi militer mulai bersuara tentang potensi gesekan arah kebijakan antara Jokowi yang masih menjabat dan Prabowo yang akan berkuasa penuh usai pelantikan Oktober mendatang.
Situasi ini diperumit dengan langkah Jokowi yang masih aktif mendorong program-program prioritasnya, sementara tim Prabowo mulai membangun fondasi kebijakan jangka panjang. Ketidaksinkronan ini memicu kekhawatiran akan lahirnya “dual power” dalam pemerintahan. Terlebih, muncul tekanan dari kalangan militer agar Prabowo mulai mengambil kendali lebih besar, terutama dalam hal pengamanan nasional dan arah politik luar negeri.
Publik pun ikut memantau bagaimana transisi kekuasaan ini akan memengaruhi stabilitas politik dalam negeri. Bila tidak dikelola dengan arif, situasi ini bisa memperlemah legitimasi kepemimpinan nasional. Dikhawatirkan, munculnya dua kutub kekuasaan dalam satu pemerintahan akan menghambat kebijakan strategis dan menimbulkan ketidakpastian di sektor ekonomi maupun diplomasi internasional.
Harapan: Semoga proses transisi kekuasaan antara Jokowi dan Prabowo berlangsung mulus, terbuka, dan mengedepankan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi maupun kelompok, demi menjaga kepercayaan rakyat dan martabat Indonesia di mata dunia.