Jakarta, 1 Mei 2025 – Ribuan buruh turun ke jalan hari ini, bukan hanya di Jakarta, tetapi juga di kota-kota besar dunia. Dari Asia hingga Eropa, dari pabrik ke parlemen, satu suara bergema: cukup sudah!
Hari Buruh Internasional 2025 menjadi peringatan yang bukan sekadar simbolik, tapi perlawanan terbuka terhadap ketimpangan global yang kian menggila. Di tengah klaim pemulihan ekonomi pasca-pandemi, para pekerja justru menghadapi realitas pahit: upah stagnan, sistem kerja fleksibel yang menindas, dan jaminan sosial yang terus dikikis.
Buruh Melawan “Pembangunan yang Memiskinkan”
Di ibu kota Jakarta, massa buruh memadati kawasan Patung Kuda hingga depan DPR RI. Mereka membawa spanduk bertuliskan: “Kami Bukan Mesin, Kami Manusia!” dan “Revisi UU Cipta Kerja Sekarang!” Tuntutan mereka jelas:
-
Hapus sistem kerja outsourcing,
-
Naikkan upah minimum berbasis kebutuhan riil,
-
Jaminan sosial universal untuk seluruh pekerja,
-
Transparansi dalam proyek transisi energi yang adil.
“Pemerintah sibuk menjual Indonesia ke investor, tapi lupa memperjuangkan rakyat yang bekerja siang malam,” teriak salah satu orator dari atas mobil komando.
Gelombang Internasional Dunia Kerja Membara
Paris Membara
Di Prancis, aksi buruh diwarnai bentrokan dengan polisi saat massa memprotes rencana penghapusan subsidi dan pemangkasan pensiun. Api membakar beberapa tempat sampah, dan Paris bergetar oleh teriakan “Révolution Sociale!”
New York Bergerak
Di Amerika Serikat, buruh Amazon dan pekerja migran turun ke jalan menyerukan hak dasar: “Upah layak dan jam kerja manusiawi!” Aksi dilakukan di Times Square dan disiarkan langsung oleh media independen.
Korea Selatan Tegas
Buruh di Seoul menggelar aksi teater jalanan yang menggambarkan jam kerja 69 jam per minggu—sebuah kebijakan pemerintah yang ditolak keras.
Satu Dunia, Satu Teriakan: Kami Lelah Dieksploitasi!
Peringatan May Day 2025 bukan lagi tentang bunga dan pidato manis. Ini adalah momen ketika dunia kerja menunjukkan giginya, mengingatkan bahwa tanpa buruh, tak ada produksi. Tanpa keadilan, tak ada kemajuan.
Dunia mungkin berubah, tapi suara buruh tetap sama: menuntut hak, menolak pemiskinan yang dibungkus jargon pembangunan.
Catatan Akhir: Pemimpin Dunia, Dengarkan atau Bersiap Digulingkan oleh Realitas
May Day hari ini adalah peringatan keras bagi elit politik dan pemilik modal: jika kalian terus abai, maka kalian sedang menciptakan revolusi dari bawah.
Buruh tak lagi diam. Dan dunia harus memilih: memihak keadilan, atau dihantam gelombang perlawanan global.