Negara Tekor Rp104 Triliun: Di Mana Solusi Tanpa Membebani Rakyat Kecil?

Date:

Share post:

Jakarta, 2 Mei 2025 — Defisit anggaran negara makin dalam. Hingga akhir April 2025, Kementerian Keuangan mencatat defisit fiskal sebesar Rp104 triliun. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran luas, terutama di kalangan masyarakat menengah ke bawah yang telah lebih dulu terhimpit oleh inflasi, harga pangan tinggi, dan daya beli yang terus melemah.

Namun, benarkah satu-satunya jalan keluar adalah mencabut subsidi atau menaikkan pajak rakyat kecil?

Akar Masalah: Pembengkakan Belanja dan Ketergantungan Utang

Pakar ekonomi dari Universitas Indonesia, Dr. Ratna Puspita, menyebutkan bahwa struktur belanja negara masih timpang. “Banyak pos anggaran yang tidak produktif, seperti belanja birokrasi yang membengkak, proyek-proyek mercusuar, hingga bansos politik yang tidak tepat sasaran,” ujarnya.

Lebih dari 35% pembiayaan negara masih bergantung pada utang. Situasi ini membuat APBN sangat rentan terhadap gejolak suku bunga global.

Solusi Alternatif: Berani Pangkas dari Atas, Bukan dari Bawah

Untuk mengatasi defisit tanpa membebani rakyat kecil, para ekonom menyarankan beberapa langkah berani namun adil:

1. Audit dan Rasionalisasi Proyek-Proyek Besar
Proyek IKN, kereta cepat, dan pembangunan gedung-gedung kementerian perlu ditinjau ulang efektivitas dan urgensinya. Proyek yang belum menghasilkan multiplier effect harus dihentikan sementara.

2. Optimalisasi Pajak Orang Kaya dan Korporasi Besar
Rasio pajak Indonesia terhadap PDB masih di bawah 10%. Peningkatan bisa dilakukan melalui pajak kekayaan (wealth tax), cukai barang mewah digital, dan audit korporasi besar yang kerap menghindari pajak.

3. Moratorium Belanja Barang dan Perjalanan Dinas
Belanja rutin kementerian/lembaga yang tidak berdampak langsung pada pelayanan publik dapat dipangkas hingga 30%.

4. Digitalisasi dan Efisiensi APBN
Penggunaan teknologi untuk transparansi dan efisiensi anggaran dapat menghemat triliunan rupiah dari kebocoran dan korupsi.

5. Reformasi Subsidi Tepat Sasaran
Alih-alih mencabut subsidi energi secara umum, subsidi diarahkan langsung via sistem data terpadu kepada rumah tangga miskin dan rentan, bukan kepada pelaku industri besar atau orang kaya.

 

Pesan Keadilan Fiskal

Jika solusi fiskal tetap menindas rakyat kecil lewat pencabutan subsidi atau kenaikan tarif dasar listrik dan BBM, maka kepercayaan publik akan runtuh. Negara perlu membuktikan keberpihakan pada keadilan anggaran.

“Kalau yang dikorbankan selalu masyarakat bawah, sementara elite tetap hidup mewah dan korporasi besar terus diberi insentif, itu bukan reformasi, itu penindasan sistemik,” tutup Dr. Ratna.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

spot_img

Related articles

Menteri ESDM Buka-bukaan: Melawan Pelemahan “By Design”

Dalam pidato terbukanya, Menteri ESDM memaparkan narasi panjang tentang kedaulatan energi nasional. Ia mengurai bukan hanya data, tetapi...

Prabowo babat “Kontrak Kolonial Gas” : Kedaulatan Energy!

Langkah Presiden Prabowo Subianto untuk membatalkan empat kontrak gas raksasa dengan Singapura adalah guncangan besar yang seketika mengoyak...

Prabowo Batalkan 4 Kontrak Gas dengan Singapura!

Jakarta, 31 Mei 2025 – Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan empat kontrak gas senilai miliaran dolar AS...

Libur Panjang Mei 2025: Kunjungan Wisatawan Meledak dan viral

Medan, 30 Mei 2025 — Libur panjang akhir Mei 2025 memicu lonjakan wisatawan di berbagai destinasi populer di...