Solo — Presiden Joko Widodo kembali menegaskan bahwa dirinya tidak akan menjadi pengendali pemerintahan Prabowo Subianto. Ia menyatakan bahwa dirinya ke depan hanya akan menjadi “warga negara biasa” yang mendukung pembangunan nasional dari luar kekuasaan. Namun publik tampaknya masih sulit move on dari sinyal-sinyal politik yang terpancar dari arah Solo.
Pasalnya, meski menolak disebut “king maker”, Solo justru masih tampak ramai saat Presiden Prabowo berkunjung ke Luar Negeri, menteri-menteri penting, pimpinan lembaga tinggi negara, hingga jajaran jenderal polisi dan tentara silih berganti terlihat hadir di kota kelahiran Jokowi tersebut. Entah silaturahmi atau “briefing dalam bentuk lain”, yang jelas warga Solo menyambutnya dengan tenang sambil senyum-senyum.
“Saya ini rakyat biasa. Sudah tidak punya kekuasaan. Jadi tidak mungkin mengatur-atur,” ujar Jokowi sembari duduk santai di pendapa, dengan satu-dua menteri tampak antre menyodorkan map coklat.
Di media sosial, netizen mulai menyamakan Solo dengan “ruang tunggu kabinet”, tempat elite politik “check-in” sebelum menempuh karier baru. Seorang pengguna X menulis, “Katanya rakyat biasa, tapi isi negara tetap izin dulu ke Solo.”
Pengamat menyebut ini sebagai gejala “post-presidensialisme aktif”—di mana presiden yang purnatugas tetap jadi pusat gravitasi kekuasaan meski secara resmi sudah bukan siapa-siapa.
“Kalau bukan pengendali, kenapa yang berkuasa tetap merasa perlu minta restu?” ujar seorang akademisi. “Mungkin ini bukan remote, tapi QR Code akses kekuasaan.”
Sementara itu, di warung kopi Medan, celetukan khas anak medan pun muncul:
“Kalau Pak Jokowi rakyat biasa, kita ini apanya rakyat? POLUSI KALI ya..?”. “Saya tidak mengendalikan Pak Prabowo. Saya hanya duduk manis… sambil nonton channel yang saya suka.” diiringi derai tawa penghuni tetap warung kopi Medan.