Jakarta, 13 Mei 2025 – Kebijakan pemerintah yang terus menaikkan tarif cukai rokok menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk anggota DPR dan asosiasi petani tembakau. Mereka menilai bahwa kenaikan cukai yang berlebihan telah memicu maraknya peredaran rokok ilegal dan menekan industri rokok nasional.
Anggota Komisi XI DPR RI, Eric Hermawan, mengungkapkan kekhawatirannya terkait dugaan intervensi aparat kepolisian terhadap petugas Bea Cukai di Suramadu saat menindak peredaran rokok ilegal. Ia menekankan pentingnya pendekatan yang lebih adil terhadap pelaku industri kecil menengah (IKM) rokok, terutama di Madura.
“IKM di Madura seharusnya membayar cukai rakyat, artinya cukai yang terjangkau tapi tetap legal. Negara tetap mendapat pemasukan, sementara pelaku usaha bisa beroperasi dengan aman,” ujar Eric.
Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI), Agus Parmuji, juga menyampaikan kekhawatirannya terhadap masa depan industri rokok kretek nasional yang semakin tertekan akibat kenaikan cukai rokok yang dianggap berlebihan.
“Petani tembakau berharap besar kepada Presiden Prabowo untuk melindungi hak ekonomi mereka dari tekanan kebijakan yang tidak berpihak. Instrumen cukai sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan industri kretek dan nasib petani,” kata Agus.
Data Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa sepanjang 2024, rokok polos atau rokok tanpa pita cukai menjadi jenis pelanggaran tertinggi dalam peredaran rokok ilegal, mencapai 95,44%. Potensi kerugian negara akibat praktik ini diperkirakan mencapai Rp 97,81 triliun.
Para pelaku industri dan petani tembakau mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan cukai hasil tembakau agar lebih berkeadilan dan tidak merugikan sektor-sektor terkait. Mereka berharap adanya keseimbangan antara upaya peningkatan penerimaan negara dan keberlangsungan industri serta kesejahteraan petani