Jakarta, Mei 2025 — Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) kembali mengguncang dunia ketenagakerjaan Indonesia di awal tahun 2025. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) secara terbuka menyatakan keprihatinannya atas lonjakan drastis kasus PHK yang disebut sudah mencapai level “alarm nasional”.
Ketua Umum Apindo, Shinta Widjaja Kamdani, menyebutkan bahwa lonjakan PHK ini bukan sekadar fenomena musiman, tetapi cerminan dari tekanan ekonomi struktural yang semakin menghimpit dunia usaha.
“Data PHK dari Januari hingga April 2025 sudah melampaui total sepanjang semester pertama 2024. Ini bukan sinyal biasa, ini peringatan keras bahwa iklim usaha kita sedang sakit,” ujarnya dalam konferensi pers.
Sektor yang Paling Terdampak
PHK massal paling banyak terjadi di sektor padat karya, seperti tekstil, manufaktur alas kaki, serta elektronik. Selain karena perlambatan permintaan global, naiknya biaya produksi dan ketidakpastian regulasi disebut sebagai faktor pemicu utama.
Apindo juga menyoroti dampak dari fluktuasi nilai tukar, harga energi domestik yang tinggi, serta kebijakan fiskal yang tidak cukup merangsang pertumbuhan sektor riil.
Apindo Desak Pemerintah Bergerak Cepat
Dalam pernyataannya, Apindo mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah mitigasi seperti:
-
Relaksasi perpajakan bagi sektor industri yang terdampak
-
Insentif bagi pengusaha yang mempertahankan karyawan
-
Fasilitasi restrukturisasi utang perusahaan
“Kalau tidak segera ditangani, ini bisa berdampak sistemik, bukan hanya ke dunia usaha tapi juga konsumsi rumah tangga dan kestabilan sosial,” tambah Shinta.
Analis Peringatkan Ledakan Pengangguran
Ekonom senior dari CORE Indonesia, Piter Abdullah, menyebutkan bahwa jika tren ini terus berlanjut hingga pertengahan tahun, Indonesia bisa menghadapi lonjakan pengangguran terbuka hingga lebih dari 10 juta jiwa pada akhir 2025.
“Apindo sudah memberi sinyal bahaya. Pemerintah tidak boleh lamban. Kita bicara soal daya beli, ketimpangan, dan stabilitas jangka panjang.”