Washington, D.C. | 18 Mei 2025 — Dunia kembali menoleh ke Gedung Putih. Presiden Amerika Serikat Donald J. Trump dijadwalkan melakukan pembicaraan terpisah dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy pada Senin, 19 Mei 2025, dalam upaya diplomatik terbaru untuk menghentikan konflik bersenjata yang telah mengguncang Eropa Timur selama lebih dari tiga tahun.
Langkah ini muncul di tengah eskalasi militer Rusia yang semakin brutal, termasuk serangan drone yang menewaskan 9 warga sipil di kota Sumy, Ukraina, beberapa hari lalu. Ketegangan memuncak, sementara harapan perdamaian kian menipis setelah perundingan di Istanbul belum membuahkan hasil.
📞 Diplomasi Gaya Trump: ‘Bloodbath’ Harus Diakhiri
Dalam pernyataannya, Trump menyebut konflik Rusia-Ukraina sebagai “bloodbath yang tidak bisa lagi dibiarkan”. Ia mengisyaratkan akan mengambil peran aktif dalam menengahi kedua pihak, menyebut dirinya sebagai “perantara yang netral tapi tegas”.
“Saya akan berbicara dengan Putin dan Zelenskyy. Sudah saatnya pertumpahan darah ini dihentikan. Rakyat di kedua belah pihak sudah cukup menderita.”
— Donald J. Trump
Trump juga menyatakan bahwa selain soal gencatan senjata, pembicaraan akan membahas kesepakatan dagang dan sanksi tambahan terhadap Rusia, jika tidak ada tanda-tanda kemajuan diplomatik.
🧱 Hambatan Gencatan Senjata: Tuntutan Moskow yang Tidak Realistis
Upaya gencatan senjata sejauh ini terhambat oleh tuntutan Rusia agar Ukraina menarik pasukannya dari lima wilayah pendudukan yang diklaim Moskow. Ukraina, dengan dukungan penuh dari Uni Eropa dan NATO, menolak mentah-mentah syarat tersebut.
Sumber diplomatik menyebutkan bahwa Putin sendiri tidak hadir dalam pertemuan damai di Istanbul, hanya mengirim delegasi tingkat rendah — sinyal bahwa Moskow belum sungguh-sungguh dalam perundingan.
🌐 Dunia Menyaksikan: Peluang dan Risiko
Langkah Trump ini dipandang banyak pihak sebagai inisiatif berani, tapi juga berisiko. Beberapa analis menyambut baik keterlibatannya, namun ada kekhawatiran bahwa Trump akan melemahkan posisi Ukraina dengan pendekatan yang terlalu kompromistis terhadap Kremlin.
“Trump harus hati-hati. Perdamaian bukan berarti menyerah pada tuntutan agresor,” kata analis geopolitik dari CSIS, Anna Thompson.
Uni Eropa dan NATO menegaskan bahwa setiap kesepakatan damai harus melibatkan Ukraina sepenuhnya dan tidak boleh dibuat hanya antara AS dan Rusia.
🔮 Apa yang Dipertaruhkan?
Kegagalan dalam pembicaraan ini akan memperburuk situasi:
-
Serangan Rusia bisa semakin intensif.
-
Tekanan internasional terhadap Moskow kemungkinan meningkat.
-
Posisi Trump di kancah diplomasi global akan diuji, terutama jelang pemilu presiden AS mendatang.
Sebaliknya, jika Trump berhasil meredam konflik, ia akan mencetak kemenangan besar diplomatik yang bisa menjadi modal politik luar biasa di dalam negeri.
🧭 Kesimpulan: Mediasi atau Panggung Politik?
Langkah Trump menghubungi dua pemimpin yang sedang berperang bisa menjadi momen diplomasi penting atau justru panggung politik pribadi. Dunia kini menanti hasilnya dengan harap-harap cemas: apakah ini awal dari perdamaian atau hanya babak baru dalam permainan kekuasaan global?