Medan, 16 Mei 2025 — Sebuah kasus yang melibatkan dugaan pencabulan antara seorang ustaz dan seorang mahasiswi di Medan tengah dalam penanganan aparat kepolisian. Uniknya, kedua belah pihak sama-sama melaporkan ke pihak berwajib. Pihak keluarga mahasiswi melaporkan dugaan pelecehan, sementara sang ustaz melaporkan balik atas dugaan pencemaran nama baik melalui media digital.
🧾 Laporan Awal: Dugaan Pencabulan
Laporan pertama dilayangkan oleh orang tua mahasiswi berinisial N, yang menuduh ustaz AHA (34) melakukan tindakan tidak senonoh. Kejadian disebut terjadi pada 9 April 2025 malam, saat AHA menjemput N dari tempat kos di wilayah Percut Sei Tuan.
Menurut keterangan pelapor, AHA membawa N berkeliling dan berhenti untuk membeli makanan dan minuman. Setelah itu, mereka menuju kawasan Bandar Baru, Berastagi, dan memesan sebuah kamar penginapan. Di lokasi inilah dugaan pencabulan terjadi.
Pihak keluarga menduga, N diberikan minuman yang membuatnya kehilangan kesadaran, sebelum akhirnya dipulangkan ke kos pada subuh hari berikutnya dalam keadaan trauma.
📄 Laporan Balasan: Pencemaran Nama Baik
Merespons tuduhan tersebut, AHA melaporkan balik pelapor ke Polda Sumatera Utara. Ia membantah keras tuduhan pencabulan dan merasa nama baiknya telah dicemarkan di media sosial dan ruang publik.
Dalam laporannya tertanggal 14 Mei 2025, AHA menyebut bahwa ia mengalami pembatalan kegiatan ceramah dan tekanan sosial akibat pemberitaan yang beredar.
🚔 Polisi Terima Dua Laporan, Proses Tetap Jalan
Pihak Polda Sumut membenarkan bahwa kedua laporan telah diterima dan saat ini tengah diproses sesuai mekanisme hukum yang berlaku.
“Laporan dari kedua belah pihak sudah diterima dan akan kami tindak lanjuti. Semua proses akan dilakukan berdasarkan bukti dan prosedur,” jelas Kompol Siti Rohani Tampubolon, Kasubbid Penmas Polda Sumut.
🧭 Menjaga Objektivitas di Tengah Kasus Sensitif
Peristiwa ini menambah daftar panjang kasus yang melibatkan dugaan kekerasan seksual dengan dinamika saling lapor. Dalam situasi seperti ini, penting bagi publik untuk tidak terburu-buru menyimpulkan benar-salah sebelum fakta hukum terbukti di pengadilan.
Baik terlapor maupun pelapor memiliki hak hukum yang setara, termasuk hak atas perlindungan nama baik dan proses hukum yang adil.
📝 Kesimpulan: Buka Ruang Hukum, Tutup Ruang Spekulasi
Media, publik, dan institusi keagamaan diharapkan bisa bersikap bijak dalam merespons kasus ini. Ruang hukum harus menjadi satu-satunya saluran penyelesaian, sementara ruang publik sebaiknya tidak dijadikan tempat pengadilan moral sebelum vonis resmi dijatuhkan.