Di tengah budaya birokrasi yang gemar memoles seremoni sebagai prestasi, langkah Wali Kota Medan, Rico Tri Putra Waas, untuk mengajak kelompok tani menggiatkan pertanian perkotaan patut diapresiasi. Bukan karena program urban farming itu sesuatu yang baru—tetapi karena pendekatan yang diambilnya melampaui pola-pola lama yang lelah kita saksikan: potong pita, berfoto, lalu selesai.
Pertanian perkotaan atau urban farming bukan sekadar solusi ekologis. Ia adalah simbol keberanian seorang pemimpin yang ingin memulihkan koneksi antara kota dan pangan, antara rakyat dan harapannya. Di kota-kota besar seperti Medan, lahan sempit sering dijadikan alasan untuk tidak berbuat. Padahal, persoalannya bukan soal sempitnya lahan, tapi sempitnya visi.
Wali Kota Medan menempuh jalan yang jarang dilewati: turun langsung ke akar persoalan, menggerakkan masyarakat, dan membebaskan kelompok tani dari sekadar menjadi pelengkap laporan dinas. Ia tahu betul, selama ini terlalu banyak program pertanian yang berhenti di papan proyek dan anggaran, tanpa pernah menyentuh tanah yang sesungguhnya.
Urban farming, dalam konteks ini, bukan hanya aktivitas menanam kangkung atau cabai di pekarangan. Ia adalah bentuk perlawanan halus terhadap budaya pembangunan semu—yang lebih sibuk memperindah data di Excel daripada realitas di lapangan. Dengan memberdayakan kelompok tani seperti Tani Merdeka Indonesia, Wali Kota Medan sedang menggeser paradigma: bahwa pembangunan sejati dimulai dari ketahanan rakyat, bukan kemegahan proyek.
Tentu saja, akan ada resistensi. Sebab perubahan yang nyata akan selalu mengusik zona nyaman mereka yang diuntungkan dari status quo. Akan ada yang menyebut ini langkah kecil, bahkan remeh. Tapi dari langkah kecil seperti inilah, kota bisa tumbuh menjadi tempat yang berpihak pada warganya—bukan hanya pada investor atau acara seremonial tahunan.
Kita butuh lebih banyak pemimpin seperti ini. Pemimpin yang memilih menanam, bukan hanya tampil. Yang berpikir tentang keberlanjutan, bukan sekadar periode jabatan. Wali Kota Medan telah memberi contoh, dan sekarang tantangannya adalah memastikan bahwa ini bukan gerakan sesaat, tetapi akar perubahan yang akan terus tumbuh.